aidil1995.blogspot.com

Jumat, 20 Agustus 2010 - Sinar X merupakan sinar berenergi tinggi. Tidak heran kalau ia teramati dari galaksi yang sangat jauh. Bagaimana ilmuan menentukan sumbernya?

Pita gelombang sinar X berada antara 0.1 keV hingga 5 keV (pita sinar X lembut adalah sekitar seribu Tera Hz hingga seratus ribu Tera Hz) di dominasi oleh emisi dari gas panas (sekitar satu juta hingga seratus juta Kelvin) berkepadatan rendah (0.0001 hingga 0.01 partikel per cm kubik) yang memancar lewat Bremsstrahlung termal. Dalam pita ini, gas selalu tipis secara optik. Tantangan dalam mengamati pita sinar X lembut adalah foton-fotonnya sangat mudah diserap oleh awan hidrogen netral yan banyak melimpah di ruang antar bintang. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 1 yang menunjukkan pita sinar X dan HI di seluruh langit.

Gambar 1. Ilustrasi anti korelasi antara emisi sinar X dan distribusi HI di galaksi bima sakti yang ditunjukkan dalam proyeksi Hammer-Aitoff ini. Pusat peta adalah arah inti bima sakti, yaitu Pusat Galaksi, dan sisi kiri kanan merupakan arah anti pusat, 180 derajat dari inti galaksi. Bagian atas dan bawah peta adalah Kutub Galaktik Utara dan Kutub Galaktik Selatan, dan bidang Bima Sakti menyebar horisontal pada peta. (a) Pita sinar X lembut 0.25 keV yang diamati oleh satelit ROSAT. Garis-garis melengkung panjang adalah artifak. Sebagian besar emisi yang terlihat di pusat galaksi disebabkan oleh sebagian besar sinar X dari pinggiran galaksi telah diserap oleh awan hidrogen netral. (b) Peta seluruh langit emisi hidrogen netral Bima Sakti. Sebagian besar emisi ada di sepanjang Bidang Galaktik.
Peta sinar X didominasi oleh emisi bebas-bebas dari gas panas, walaupun proses emisi lainnya juga ada. Sebagian besar emisi sinar X terlihat pada arah kutub galaktik karena, sepanjang bidang galaktik, sinar X diserap dalam awan HI yang melimpah di cakram galaksi. Koreksi pada penyerapan ini harusnya diterapkan sebelum intensitas sinar X yang akurat diperoleh. Karena kita memiliki peta HI galaksi  maka koreksi tersebut dapat dilakukan, walau perlu ada tingkat ketidakpastian.
Saat koreksi penyerapan antar bintang dibuat, luminositas sinar X objek dalam satuan erg per detik dapat diperoleh. Ini diperoleh dengan mengubah intensitas spesifik menjadi luminositas. Walaupun emisi Bremsstrahlung termal diduga mendominasi pita sinar X lembut, beberapa koreksi masih perlu untuk mempertimbangkan kontribusi luminositas ari mekanisme emisi selain Bremsstrahlung termal semata. Kemungkinan ini misalnya emisi bebas-terikat atau emisi garis. Dengan menganggap kalau emisi hanya berasal dari komponen bebas-bebas, luminositas berkepadatan seragam dan plasma bersuhu tetap dengan Z = 1 dan ne = ni adalah
Dimana v1 v2 adalah frekuensi atas dan bawah pita dimana emisi teramati dan V adalah volume yang dicakup oleh gas yang memancar.
Dengan mengambil faktor Gaunt tetap maka kepadatan dan massa gas hidrogen terionisasi dapat diperoleh yaitu
Dimana fx adalah fungsi tanpa satuan yang diberikan oleh
E1 = hv1 dan E2 = hv2 yaitu energi atas dan bawah pita dimana spektrum Bremsstrahlung teramati. Biasanya suhu tidak ditunjukkan dalam Kelvin tapi dalam satuan energi (keV) agar dapat dibandingkan langsung dengan pita energi teramati. Sebagai contoh suhu 10 juta Kelvin sebanding dengan kTe = 0.863 keV.

Gambar 2. Diagram yang menunjukkan Gelembung Panas Lokal dimana Tata Surya berada. Gambar kiri atas menunjukkan daerah galaksi yang ditunjukkan dalam gambar bawah. Suhu LHB ini sekitar satu juta Kelvin dan kepadatannya 0.001 partikel per cm kubik. Daerah putih tak beraturan di sekitar matahari terentang 50 hingga 200 parsek. Kontur dan pengarsiran terkait dengan kepadatan. Beragam tampilan ditunjukkan, termasuk sumbu cerobong, yang merupakan arah pendekatan yang mungkin menjadi ventilasi gas panas menuju halo galaksi.
Penyerapan antar bintang yang di amati dalam gambar diatas biasanya dipandang sebagai efek yang tidak diinginkan yang melemahkan emisi yang kita ingin amati dan menyebabkan salah hitung. Mengejutkannya, penyerapan karena awan HI dapat membantu kita memahami langit sinar X. Kecepatan benda yang memancarkan garis spektral dapat ditentukan lewat ingsutan Doppler garis tersebut. Bagi awan HI di Bima Sakti, kecepatan ini dapat diterjemahkan menjadi jarak dengan mengadopsi model rotasi galaksi. Karena HI dipancarkan oleh garis 21 cm, maka mungkin untuk memberi batasan jarak pada beragam awan HI di galaksi. Ini tidak berlaku bagi emisi kontinum dimana kita tidak dapat memperoleh kecepatan. Saat emisi kontinum diamati, ia bisa saja datang dari manapun di daerah pandang – dari gas panas yang dekat atau dari alam semesta yang jauh. Walau begitu, peta yang detil seperti gambar 1 dimana jarak awan HI diketahui, dapat membantu menentukan seberapa banyak emisi sinar X datan dari gas di latar depan atau latar belakang. Bila sebuah awan HI dapat mengaburkan emisi sinar X misalnya, maka kontinum sinar X pastilah berasal dari belakang awan tersebut sehingga ada batasan jarak untuk gas yang memancarkan sinar X. Efek ini disebut pembayangan dan telah digunakan untuk membantu kita memahami persebaran gas panas di persekitaran matahari.
Hasil analisa semacam ini tidaklah sempurna, karena posisi awan dan fakta kalau koreksi kadang tidak pasti karena pengaruh matahari kita sendiri. Walau  demikian, berdasarkan informasi dan analisa lainnya, gambaran bisa muncul kalau matahari kita berada di sebuah Gelembung Panas Lokal (Local Hot Bubble – LHB) di Bima Sakti, seperti ditunjukkan gambar berikut.
Gelembung ini bentukyna tidak beraturan namun tampaknya tegak dalam arah vertikal kurang lebih tegak lurus bidang. Daerah berkepadatan rendah vertikal demikian ditemukan di berbagai tempat di Bima Sakti, dan di galaksi lain. Daerah ini disebut cerobong. Seperti namanya, daerah ini menjadi tempat pengeluaran gas materi antar bintang yang lebih padat dan dingin dimana gas panas keluar menuju halo galaksi. Ia mungkin dihasilkan oleh supernova dan angin bintang yang secara kolektif keluar dan menyatu menjadi struktur yang lebih besar.

Gambar 3. Galaksi NGC 5746, sebuah spiral biasa dimana cakram datar optik nya dipotong oleh garis debu. Halo emisi sinar X mengelilingi galaksi ini dan ditunjukkan oleh warna ungu. Emisi sinar X ini karena Bremsstrahlung termal dari gas panas bersuhu 6,5 juta Kelvin yang merentang sekitar 20 kpc dari cakram. Luminositas sinar X nya adalah 4,4 x 10^(-39) erg dalam pita gelombang 0.3 – 2 keV.
Dalam sejumlah galaksi spiral, efek kolektif ventilasi gas panas ini menghasilkan halo sinar X yang lembut dan teramati di sekitar galaksi. Ia lebih jelas diamati dalam spiral yang menyamping atau hampir menyamping pandangan sehingga halo dapat dilihat jelas berbeda dari cakram. Ia juga mendukung citra dimana interface cakram – halo sebuah galaksi merupakan tempat yang dinamis dimana aliran keluar terjadi, dan aliran masuk pula jika gas yang dingin ini kembali turun, seperti air mancur.
Mungkin ada juga alasan lain adanya halo sinar X di sekitar galaksi. Galaksi NGC 5746 misalnya, tidak memiliki aktivitas supernova yang cukup di cakram untuk menghasilkan halo sinar X yang ada disekitarnya. Bisa juga ia merupakan sisa dari proses pembentukan galaksi itu sendiri.
Dalam kluster galaksi, reservoir besar gas panas juga telah dideteksi antara galaksi, terlihat pada emisi sinar X mereka. Contohnya adalah cluster galaksi Abell 2256 dalam gambar 4. Gas intrakluster ini adalah komponen barionik dominan dari massa dalam kluster.

Gambar 4. Kluster galaksi Abell 2256 (ingsutan merah Z = 0.0581) ditunjukkan dalam optik (skala abu-abu negatif) dan sinar X dalam pita pengamatan, 0.1–2.4 keV (kontur). Gas yang memancar pada kTe = 7.5 keV dan luminositas sinar X = 3.6 x 10^(44) erg per detik. 78 persen emisi ini disebabkan oleh Bremsstrahlung termal. Radius cluster adalah 2 MegaParsek. Massa total kluster, termasuk materi terang dan gelap, adalah 12 ribu triliun massa matahari. Semua nilai telah disetel untuk H0 = 71 km per detik per Mega Parsek. Citra optis pada pita R.
Pada Abell 2256, misalnya, massa total yang tersimpa ndalam gas intrakluster adalah 18 kali lebih besar dari massa total yang disimpan dalam semua bintang di galaksi dalam kluster. Sebagian besar gas ini sepertinya sisa-sisa dari proses pembentukan kluster, walaupun sejumlah kecil mungkin datang dari aliran keluar supernova dari galaksi. Kontribusi terakhir bertanggung jawab pada sedikit pengkayaan logam berat (lebih kecil dari massa matahari). Massa total kluster ini bahkan lebih besar daripada gas tersebut, terdiri dari komponen materi gelap dan terang. Massa total (terang + gelap) kluster dapat ditemukan lewat pelensaan gravitasi, lewat analisa gerakan galaksi individual atau lewat asumsi keseimbangan hidrostatis gas. Keseimbangan hidrostatis gas artinya kalau gas secara keseluruhan ditahan secara gravitasional ditempatnya dan tidak menguap. Dengan asumsi ini, mungkin untuk menghitung seberapa banyak massa diperlukan untuk menahan gas dalam suhu demikian di tempatnya. Hasil dari analisis-analisis di atas menunjukkan kalau massa gas berbanding massa total kluster galaksi adalah 15 – 20 persen. Hal ini sesuai dengan pecahan barion yang diramalkan oleh nukleosintesis big bang, dan menunjukkan kalau mungkin tidak ada barion yang hilang dalam kluster galaksi kaya yang memiliki gas pemancar sinar X. Walau begitu, masalah materi non barionik yang hilang tetap ada.
Referensi
  1. Bennett et al. 1994,Morphology of the Interstellar Cooling Lines Detected by COBE. Astrophysical Journal, 434, 587
  2. Bonamente, M., Lieu, R., Joy, M. K., & Nevalainen, J. H., 2002, Massive Warm Baryonic Halo in Coma Cluster. Astrophysical Journal, 576, 688
  3. Ebeling, H., et al., 1998, The ROSAT Brightest Cluster Sample – I. The compilation of the sample and the cluster log N-log S distribution. MNRAS, 301, 881
  4. Irwin, J. 2007. Astrophysics : Decoding the Cosmos. John Wiley and Sons, Ltd.
  5. Snowden, S. L., et al., 1995, First Maps of the Soft X-ray Diffuse Background from the ROSAT XRT/PSPC All-Sky Survey. Astrophysical Journal,  454, 643
  6. Lallement, R., et al., 2003, 3D mapping of the dense interstellar gas around the Local Bubble. A&A, 411, 447
  7. Pedersen, K., et al., 2006, Discovery of a very extended X-ray halo around a quiescent spiral galaxy The “missing link” of galaxy formation. NewA, 11, 465
  8. Reiprich, T. H., & Bo¨hringer, H., 2002, The Mass Function of an X-Ray Flux-limited Sample of Galaxy Clusters.  Astrophysical Journal, 567, 716
  9. Roussel, H., Sadat, R., & Blanchard, A., 2000, The baryon content of groups and clusters of galaxies. A&A, 361, 429

Komentar

Postingan populer dari blog ini

47 Contoh Soal dan Jawaban Sistem Operasi Jaringan

Tutorial Cara Install Windows 7 Dengan Sempurna

Deretan Fitur Baru yang Hadir di Windows 11